Header Ads Widget

Represi di Balairung Sari: Mahasiswa Diseret Paksa, BP Batam Dinilai Anti-Kritik

Foto : Tangkapan layar video penangkapan paksa terhadap mahasiswa di Balairung Sari BP Batam (kiri), Demisioner Ketua Umum HMI Cabang Batam, David Nasution (kanan). (dok/ist)

Batam, JejakSiber.com — Forum konsultasi publik revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2007 di Balairung Sari, Gedung BP Batam, Selasa (26/8/25), berubah menjadi panggung represi. Dua mahasiswa Universitas Riau Kepulauan (Unrika) diseret paksa aparat Ditpam BP Batam setelah menyampaikan kritik keras terkait kebijakan yang dinilai berpotensi memicu konflik agraria baru.

Insiden ini memantik gelombang kecaman. Kali ini datang dari Demisioner Ketua Umum HMI Cabang Batam, David Nasution, yang menyebut tindakan aparat sebagai kemunduran demokrasi.

“Penyeretan mahasiswa di forum resmi adalah wajah nyata represi. Itu bukan hanya penghinaan terhadap mahasiswa, tapi juga tamparan bagi demokrasi dan kebebasan akademik,” tegas David kepada wartawan, Kamis (28/8/25).

Menurutnya, lembaga publik seperti BP Batam seharusnya memperkuat ruang dialog, bukan menutupnya dengan cara-cara represif.

“Mahasiswa itu pengontrol sosial. Kalau suara kritis mereka dibungkam dengan kekerasan, apa bedanya lembaga publik dengan rezim otoriter? Batam seharusnya jadi kota terbuka, bukan kota yang anti kritik,” ujarnya.

David menuntut agar BP Batam segera meminta maaf secara terbuka dan menjamin tidak ada lagi tindakan kriminalisasi terhadap mahasiswa. Ia juga mendesak agar revisi PP No. 46/2007 dibuka ke publik secara transparan.

“Publik berhak tahu naskah akademiknya, urgensinya apa, dampaknya apa, terutama terkait konflik agraria di Rempang-Galang. Jangan sembunyi-sembunyi. Kebijakan publik itu harus lahir dari dialog, bukan paksaan,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, mahasiswa Unrika Jamaluddin (Fakultas Hukum) dan Alwie Djaelani (FISIPOL) mempertanyakan alasan BP Batam ngotot merevisi PP No. 46/2007.

“Urgensinya apa sampai PP ini harus direvisi? Konflik lama saja belum selesai, kenapa malah memperluas wilayah kerja BP Batam? Kalau ada naskah akademik, tunjukkan ke publik,” tantang Jamaluddin dalam forum.

Pernyataan itu berujung represif. Keduanya diseret aparat, diamankan selama tiga jam, sebelum akhirnya dilepaskan setelah tekanan dari mahasiswa se-Batam dan intervensi Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Peristiwa ini menambah daftar panjang tindakan represif aparat BP Batam terhadap gerakan mahasiswa. Sebuah sinyal bahwa ruang demokrasi di Batam semakin menyempit.

Hingga berita ini diterbitkan, media ini masih terus berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak BP Batam. (Red/*)

Editor : Js