Header Ads Widget

Bikin Haru, Ini Alasan Pastor Sabat Nababan Maafkan Wakapolres Samosir

Foto : Pastor Paroki Gereja Katolik Santo Antonio Maria Claret Tomok, RD. Sabat Saulus Nababan, Pr. (dok/ist)

Samosir, JejakSiber.com - Setelah peristiwa terjadinya percekcokan antara Wakapolres Samosir, Kompol Togap M. Lumbantobing, S.H., M.H. dengan seorang Pemuka Agama Katolik, Pastor Paroki Gereja Katolik Santo Antonio Maria Claret Tomok, RD. Sabat Saulus Nababan yang terjadi di Jalan Desa Wisata Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumut, Kamis (16/6/22) kemaren.

Sabat Nababan menulis sebuah artikel yang dikirimkannya ke redaksi media JejakSiber.com melalui pesan WhatsApp pribadinya dengan format file DOCX setelah dikonfirmasi, Sabtu (18/6/22) malam.

Begini tulisan Pastor Sabat Nababan menanggapi peristiwa yang dialaminya itu :

Tomok, 16 Juni 2022

PERINTAH MENGAMPUNI

“Tuhanku, Engkau memerintahkan agar kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami”

Hari ini, sungguh perintah untuk mengampuni sesama itu sungguh nyata dalam pengalamanku. Di tengah padatnya pelayanan hari ini pengalaman untuk mengampuni itu sungguh nyata. Selesai merayakan Ekaristi dalam rangka pelepasan TK Asisi saya harus memacu kuda kesayangan yang selama ini setia mengantarku pada tujuan pelayan untuk menghadirkan kurban Kristus bagi umat yang sedang bergumul dalam penderitaan karena penyakit dan usia yang sudah menua. Keinginan untuk melihat kelucuan anak-anak imut TKpun harus dihentikan mengingat permintaan umat akan Perminyakan Suci agar mendamaikan penderitaannya dengan Kristus yang telah mengalahkan penderitaan dan kegelapan maut.

Di atas sepeda motor, terbayang keluarga beserta pengurus Gereja yang mengelilingi umat yang sakit dengan segala pengharapan dan perasaan takut kehilangan anggota yang mereka cintai karena ajal sudah dekat. Sepeda motorpun melaju dengan gagahnya di jalan raya agar secepatnya mempertemukan saya di tengah keluarga itu, namun lajunya tiba-tiba melambat karena ada kerumunan masyarakat di kiri-kanan jalan beserta deretan mobil yang terparkir sampai memakan trotoar yang mengganggu para pejalan kaki. Di beberapa titik tampak berdiri beberapa orang berseragam seolah mengatur lalu lintas untuk masyarakat umum bahkan memaksa beberapa sepeda motor untuk berhenti di pinggir sebelah kiri jalan. Rupanya rombongan orang-orang penting hendak melintas, sehingga banyak orang harus mengalah dan menunda segala perjalanan dan urusan mereka.

Dalam benakku, ingin secepatnya mengantarkan tanda keselamatan Allah melalui sakramen Pengurapan Orang sakit bagi umat yang membutuhkannya maka masyarakat yang berhenti itu saya coba dahului walau dengan laju sepeda motor yang melambat. Petugas yang berseragam pertama yang menyuruh saya untuk berhenti di pinggir sempat juga saya sampaikan saya sedang buru-buru mau melayankan pelayanan untuk orang sakit, saya pastor. Petugas tersebut membiarkan saya melewati jalanan yang masih kosong, namun berbeda halnya setelah mendekat kepada petugas lain. Petugas ini memaksa untuk tetap berhenti dipinggir, karena sudah makin mendekat ke mobil rombongan orang penting yang hendak meneruskan perjalanannya, sepeda motor pun akhirnya saya berhentikan. Tak lama kemudian, sang petugas menghampiri sepeda motorku dan langsung mencabut kunci kontak motorku dengan kata-kata yang enak “ dari tadi saya lihat kamu sangat arogan, motor ini akan ditilang” Kunci di cabut dan langsung menjauh dari sampingku.

Spontan saya mengejarnya, tas berisi peralatan misa saya letakkan di atas sepeda motor dan membuka helm serta memegangnya mengejar petugas yang mencabut kunci motorku. Saya bertanya, “paka mengapa harus begitu? Saya pastor sedang buru-buru mau melayani umat yang sedang sakit. Namun tidak ditanggapi dengan baik, malah dengan segala kata-kata yang tidak mengenakkan keluar dari ucapannya. Kata yang sungguh tidak bias lagi saya terima dengan sabar ketika dia katakan”pastor gadungan rupanya kau” Sungguh saya ingin menunjukkan kesungguhan dan keaslian diriku bahwa saya bukan pastor gadungan, saya benar-benar pastor. Alba yang saya kenakan akhirnya saya tunjukkan karena masih terbungkus jaket cokelat yang biasanya melindungi tubuhku dari angin di jalanan jika sedang mengendarai sepeda motor. Semakin banyak masyarakat yang berkerumun dan ada beberapa umat yang mendengar segala perdebatan kami. Beberapa umat sayup-sayup saya dengar berkata “mengapa begitu bapak memperlakukan pastor kami? Nanti kalau umat itu meninggal dan belum sempat menerima Perminyakan apa bapak bertanggung jawab? Datang juga petugas lain yang ingin mengetahui duduk persoalannya dan setelah mengetahui persoalannya, dia langsung mengambil kunci motorku dari tangan petugas yang telah mencabutnya. Dia dengan ramah berkata, “sudahlah pastor, berangkatlah” dia sambil menyodorkan kunci motor kepadaku. Saya masih mengejar petugas yang mencabut kunci motorku sambil berkata”apa maksud bapa menyebut saya pastor gadungan? Diapun tidak bias menjawab, mungkin karena sudah melihat alba yang saya kenakan dan suara banyak orang yang berusaha membela pastornya.

Petugas itu akhirnya memasukkan kunci motor ke tempatnya, dan tetap berkata “sudahlah pastor, berangkatlah” Tanpa menghiraukan orang-orang di sekeliling, kembaali kutunggangi sepeda motorku, menghidupkannya dan ternyata disekitar situ melintas seorang pastor yang saya kenal mengenakan kaos oblong. Saya pun mengeraskan suara dengan berkata” ini baru pastor gadungan karena tidak mengenakan pakain pastor, tetapi dia adalah pastor benaran dari Keuskupan Pangkal Pinang” masih sempat kami berjabat tangan, tapi motorku sudah kupaju lagi melaju menuju tempat umat yang sakit.

Di atas sepeda motor pikiranku bergumul membayangkan peristiwa yang baru berlalu saya tidak menghalangi jalan mereka, malah jalan saya yang mereka halangi karena rombongan orang penting sedang lewat. Apakah saya salah mencicil perjalanan agar semakin cepat sampai ke tujuan sedangkan jalanan masih memungkinkan untuk dijalani? Terngiang doa Bapa Kami yang adalah bacaan Injil hari ini dalam benakku dan saya diperintahkan Tuhan untuk mengampuni orang yang bersalah kepadaku, bahkan menghinaku dengan perkataan “pastor gadungan”. Sungguh, rasa jengkel, kecewa, marah timbul dalam hatiku. Namun kata “ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami” semakin menguat. Saya harus mengampuni. Maka rasa kecewa, marah bahkan ingin membalaskan ketidak baikan kepadanya dapat saya redakan dan dengan tenang memulai perayaan Ekaristi.

Sesampainya di tempat umat, setelah bertegur sapa seperlunya sambil mempersiapkan peralatan misa, pengalaman di jalan saya ceritakan kepada umat. Dengan berbagai tanggapan mereka sampaikan pada umumnya membela pastornya yang nekat menerobos halangan di jalan untuk melayani umatnya. Setelah perayaan ekaristi dan perminyakan suci selesai, sudah menanti lagi janji untuk melayankan Sakramen Pengurapan Orang Sakit ke Stasi lain. Selesai menimba kekuatan melalui hidangan makan siang yang disediakan oleh keluarga, kembali memacu sepeda motor menuju pelayanan berikut, melintasi jalanan yang penuh bebatuan lepas. Tangan Tuhan sungguh hadir menuntun sehingga jalanan yang rusak terlalui dengan aman sampai di tempat perminyakan suci berikut.

Di rumah umat kusempatkan mengintip HP. Ternyata ada panggilan tak terjawab dari umat yang menyaksikan peristiwa di jalanan. Ketika saya telepon menanyakan keperluannya, ternyata ingin bertemu dan saya janjikan setelah selesai perminyakan dari Stasi Sipinggan Lontung. Setelah acara perminyakan selesai, masih sempat menikmati segelas the manis dan lappet. Saya pamitan kepada umat untuk kembali ke paroki. Umat yang menelepon sudah menunggu bersama seorang wartawan. Pembicaraan dimulai untuk confirmasi bagaimana kronologi kejadiannya. Saya jawab dengan sebenarnya dan ingin diberitakan entah dengan seperti apa isi beritanya. Saya menyampaikan bahwa untuk saya tidak ada persoalan lagi. Namun bagi masyarakat dan umat yang menyaksikan kejadiaan itu pasti menjadi persoalan. Setelah umat itu pamit bersama wartawan, kembali saya beraktivitas bersama beberapa orang OMK yang akan mencacah eceng gondok yang mereka angkat dari pinggiran Danau Toba kompleks pastoran.

Ditengah asiknya mencacah eceng gondok, satu unit mobil petugas mampir di halaman pastoran. Saya tidak terlalu meperdulikan siapa yang dating, saya tetap melanjutkan kegiatan mencacah eceng gondong. Ternyata dari mobil itu keluat 4 orang dengan pakain dinas dan salah satunya adalah pertugas yang mencabut kunci motorku tadi. Petugas marga purba berkata “pastor, bapak ini ingin bicara pribadi mengenai kejadian tadi” sayapun tidak terlalu antusia menjawabnya, saya malah menawarkan minum kopi dulu.  Kopipun saya siapkan untuk dinikmati bersama. Saya tuangkan ke cangkir dan menyodorkan kepada mereka untuk dinikmati. Pembicaraan mengalir dan cair, namun bapak yang ingin bicara pribadi itu masih kaku dan banyak diam.  Masih mencoba mencairkan situasi dan menenangkan diri, dua orang wartawan dating lagi, katanya disuruh umat untuk menjumpai saya. Kepada mereka juga saya tawarkan minum kopi dulu. Mereka duduk di teras pastoran sambil menikmati kopi rostingan sendiri, dan mereka mengungkapkan aneka kenikmatan yang dirasakan setelah menyeruput kopi.

Bapak yang mencabut kunci motorku makin tidak tenang, melalui marga purba, tetap meminta waktu untuk bicara pribadi. Akhirnya kami menjauh dari teras pastoran, dan mengambil tempat sepi dikantor paroki untuk berbicara. Pak purba memulai pembicaraan, bahwa maksud kedatangan mereka adalah ingin menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa yang terjadi di jalanan. Bapa itu berkata “ bapak Pastor, saya minta maaf atar kejadian tadi, saya menyesal dan sudi kiranya bapak pastor memaafkan saya. Saya bukan saja bersalah, tetapi sungguh berdosa karena telah berkata tidak baik kepada wakil Tuhan” Saya menjawab, bagi saya tidak ada persoalan, tetpi bagi masyarakat yang menyaksikan peristiwa itu telah menjadi persoalan, apalagi bapak berkata saya pastor gadungan”. Dengan panjang lebar saya sampaikan bebarapa hal atas kejadian tersebut “bapak dan saya sama-sama pelayan masyarakat, tetapi ketika saya dengan pelayanan darurat untuk orang yang sekarat bapak bertindak demikian dengan berkata saya arogan. Tolong bapak tunjukkan atas dasar apa bapak berani mengatakan saya arogan. Bapak juga mengatakan “apakah kau tidak kenal bahwa saya WAKAPOLSEK?”  Maka saya jawab apakah bapak menganggarkan jabatan kepada saya? Kemudian bapak itu berkata” sudahlah bapak Pastor, saya sudah berdosa, mohonlah saya dimaafkan. Peristiwa ini akan menjadi pelajaran berharga untuk saya dan akan menjadi kenangan untuk hidup saya.

Dalam kebesaran jiwa, dan hati yang teduh saya katakana saya memaafkan bapak, tetapi masyarakat yang menyaksikan peristiwa itu akan menilai sendiri. Bagi saya tidak ada persoalan atas peristiwa itu, tetapi masyarakat akan mempersoalkannya. Dengan mengiba bapak itu minta agar saya juga meredam reaksi masyarakat dan mungkin dia sudah takut bahwa reputasi dan jabatannya terancam. tidak Berpanjang perbincangan lagi, bapak itu menyodorkan tangan agar berjabat tangan tanda perdamaian disaksikan bapak purba. Kami akhirnya berfoto seolah sangat akrab, dan keluar dari kantor paroki menuju pendopo pastoran melanjutnya menyeruput kopi yang masih tersisa. Di pendopo pembicaraan menjadi sangat hangat dan siwartawan pulang tanpa perlu lagi wawancara.

Tuhanku, hari ini Engkau sungguh hadir menguji hambamu ini untuk menunjukkan kasihMu dengan mengampuni orang yang bersalah. Hanya karena keluasan kasihMu saya sanggup menerima peristiwa yang melecehkan imamat yang Engkau anugerahkan kepadaku. Ajarilah aku agar tetap memiliki keluasan hati, dan tidak terbakar oleh sakit hati.

Setelah mengirimkan tulisan tersebut, Pastor Sabat Nababan mengatakan kepada media ini bahwa itulah alasan beliau untuk memaafkan Oknum Perwira Menengah Polri dengan pangkat satu bunga melati itu.

"Ini tulisan saya sebagai dasar mengampuni Wakapolres itu," ujar Pastor Sabat Nababan melalui pesan WhatsApp pribadinya, Minggu (19/6/22) pagi pukul 07.46 WIB.

Sebelumnya, media ini telah memberitakan dengan judul "Sebut "Pastor Gadungan", Wakapolres Samosir Minta Maaf kepada Romo Sabat Nababan" https://www.jejaksiber.com/2022/06/sebut-pastor-gadungan-wakapolres.html

Hingga berita kedua ini diterbitkan, media ini masih berupaya untuk melakukan konfirmasi kepada Wakapolres Samosir maupun Kapolres Samosir AKBP Josua Tampubolon, S.H., M.H. selaku pucuk pimpinan di jajaran Polres Samosir. (Red)

Editor : Js