Header Ads Widget

Pimpinan Perguruan Tinggi Katolik APTIK Serukan Rekonstruksi Keadilan Sosial dan Martabat Demokrasi

Foto : Tangkapan layar dokumen seruan moral Pimpinan Perguruan Tinggi Katolik yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK). (dok/ist)

Jakarta, JejakSiber.com – Pimpinan Perguruan Tinggi Katolik yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) mengeluarkan seruan moral terkait kondisi bangsa yang dinilai sedang berada dalam situasi genting dan membutuhkan langkah perbaikan serius dari seluruh elemen.

Dalam seruan yang bertajuk “Perdamaian adalah Buah Karya Keadilan” sebagaimana disampaikan Paus Fransiskus saat kunjungan ke Istana Negara, 4 September 2024, para pimpinan APTIK menyoroti disorientasi ekonomi nasional, hilangnya empati para elite, serta praktik kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

Disorientasi Ekonomi dan Hilangnya Empati

APTIK menilai, krisis global telah berdampak serius pada ekonomi domestik. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah pekerja rentan, angka pengangguran, serta naiknya harga kebutuhan pokok. Namun, alih-alih menunjukkan kepemimpinan yang empatik, para elite politik justru mempertontonkan sikap arogan, melakukan praktik korupsi, dan membiarkan kebijakan yang melukai rasa keadilan masyarakat.

Pembangunan nasional yang seharusnya berorientasi pada keadilan sosial dinilai lebih banyak menguntungkan oligarki. Kenaikan PBB, tunjangan fantastis anggota DPR, rangkap jabatan menteri, sulitnya akses kesehatan, hingga komersialisasi pendidikan menjadi catatan kritis. Sementara itu, alokasi anggaran justru lebih berpihak pada TNI dan Polri yang mendapat porsi terbesar dalam APBN.

Seruan Rekonstruksi Keadilan Sosial dan Demokrasi

APTIK menyerukan agar pemerintah, DPR, aparat penegak hukum, Kepolisian, dan TNI menjunjung tinggi mandat moral serta konstitusi bangsa. Ada empat tuntutan utama yang disampaikan:

1. Berpihak pada Rakyat – Pemerintah dan DPR diminta memperbaiki kebijakan agar benar-benar mengabdi pada rakyat, bukan kepada elite partai atau oligarki.

2. Menjunjung Tinggi Demokrasi – Kebebasan berpendapat, berserikat, dan berekspresi harus dilindungi sebagai pilar utama demokrasi, tanpa intimidasi atau pembungkaman suara kritis.

3. Menghentikan Represi – Aparat diminta mengedepankan pendekatan humanis, bukan represif, agar tidak menambah penderitaan rakyat yang sudah menanggung beban berat.

4. Membuka Dialog – Pemerintah dan DPR didesak segera membuka ruang dialog transparan dengan elemen masyarakat yang berdemo. Demonstrasi dipandang sebagai ekspresi sah dalam demokrasi selama dilakukan tanpa anarkisme.

Ajakan untuk Masyarakat Sipil

APTIK juga mengajak kaum intelektual, mahasiswa, dan masyarakat sipil untuk bersatu menyuarakan kebenaran sejati dengan integritas intelektual dan keberanian moral. Seruan ini menegaskan bahwa perdamaian hanya bisa tercapai bila keadilan ditegakkan.

“Perdamaian adalah buah karya keadilan,” demikian ditekankan kembali dalam pernyataan APTIK yang diterima redaksi media ini, Minggu (31/8/25), sembari berharap bangsa Indonesia terus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan demi kebaikan bersama.

Seruan moral ini ditandatangani oleh 28 pimpinan perguruan tinggi Katolik se-Indonesia, mulai dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, Universitas Katolik Soegijapranata, Universitas Katolik Darma Cendika, Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Universitas Katolik Santo Thomas Medan, hingga sekolah tinggi kesehatan Katolik di berbagai daerah. (Red/*)

Editor : Js