Header Ads Widget

Tragis di Negeri Orang: Kepulangan Tanpa Suara Argo Prasetyo, Korban Kekerasan di Kamboja

Foto : Tragis di Negeri Orang: Kepulangan Tanpa Suara Argo Prasetyo, Korban Kekerasan di Kamboja. (dok/ist)

Medan, JejakSiber.com — Sesosok peti jenazah dibawa turun perlahan dari ruang kargo Bandara Kualanamu, Jumat (14/11/25). Di balik lapisan kayu dingin itu, terbujur kaku tubuh Argo Prasetyo (AP), warga asal Langkat, Sumatera Utara, yang sebelumnya merantau ke Kamboja dengan harapan mendapatkan pekerjaan dan masa depan lebih baik. Namun, ia kembali dalam keadaan tak bernyawa.

Kisah ini hanyalah satu dari ribuan tragedi serupa yang kini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Hingga triwulan III tahun 2025, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh telah menangani sedikitnya 4.030 kasus WNI, naik lebih dari 50 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024. Lonjakan kasus ini mengindikasikan bahwa gelombang penipuan dan eksploitasi tenaga kerja Indonesia di Kamboja masih menjadi fenomena yang mengkhawatirkan.

Duta Besar RI untuk Kamboja, Santo Darmosumarto, kembali menegaskan peringatan keras kepada masyarakat Indonesia agar tidak mudah terbuai tawaran kerja luar negeri yang tidak jelas legalitasnya.

"Peningkatan kesadaran dan kolaborasi berbagai pihak dinilai penting untuk memperkuat pelindungan WNI di Kamboja," tegas Dubes Santo.

Ditemukan Tak Berdaya Dekat Perbatasan

AP ditemukan pada 30 September 2025 dalam kondisi mengenaskan di pinggir jalan wilayah Provinsi Svay Rieng, sekitar 120 kilometer dari Phnom Penh dan dekat perbatasan Kamboja–Vietnam. Kondisinya membuat petugas semula mengira ia adalah warga Vietnam—bahkan ia tidak mampu mengungkapkan identitasnya akibat cedera parah di bagian kepala, wajah, dan tubuhnya.

Informasi keberadaan AP baru terungkap setelah foto dan kronologi penemuannya ramai dibagikan di media sosial. Dari sana, KBRI Phnom Penh bergerak cepat melakukan penelusuran.

Saat ditemukan, AP sudah berada dalam perawatan di RS Umum Svay Rieng. Namun, takdir berkata lain. Pada sore hari di tanggal yang sama, ia dinyatakan meninggal dunia akibat cedera kepala berat sebagaimana dijelaskan dalam laporan resmi Kepolisian Kamboja.

Bekerja Tidak Prosedural, Nasib Tak Jelas

Hasil pendalaman sementara menunjukkan bahwa AP masuk ke Kamboja melalui jalur non-prosedural. Tidak ada dokumen kerja resmi, tidak ada catatan alamat majikan, dan tidak diketahui lokasi tempat ia bekerja sebelum akhirnya ditemukan tak berdaya.

Situasi ini membuat proses identifikasi, penelusuran kasus, serta pemulangan jenazah menjadi sangat sulit. Tidak ada perusahaan atau agen yang bertanggung jawab. Hanya keluarga, relawan, dan para donatur yang kemudian bergotong royong menggalang dana untuk memastikan jenazah AP dapat kembali ke tanah kelahirannya.

Kepastian Pulang Setelah Perjuangan Panjang

Setelah proses administratif, diplomatik, dan pendanaan terpenuhi, jenazah AP akhirnya diberangkatkan dari Phnom Penh pada Kamis (13/11/25). Kepulangannya ke Indonesia bukan membawa kabar keberhasilan—melainkan luka batin mendalam bagi keluarga yang menunggu.

Tangis pecah ketika peti jenazah diserahkan kepada pihak keluarga di Bandara Kualanamu. Harapan yang dulu dibawa AP saat merantau, kini berubah menjadi cerita yang memunculkan luka dan amarah.

Kasus Berlanjut di Jalur Hukum

KBRI Phnom Penh secara resmi telah meminta aparat hukum setempat melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan kuat tindak kekerasan atau penganiayaan berat yang menyebabkan kematian AP. Hingga kini, proses penyelidikan masih berjalan dan KBRI menegaskan akan terus memantau hingga kasus ini memiliki kejelasan hukum.

Kisah AP menjadi satu dari sekian banyak potret getir diaspora ekonomi yang berangkat tanpa perlindungan negara, lalu pulang hanya menyisakan tanda tanya dan penyesalan. (Jygs)

Editor: Js