![]() |
| Foto : Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap. (dokist/Ss) |
Jakarta, JejakSiber.com — Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap menyoroti dengan tajam paradoks kebijakan ekonomi nasional yang kerap dimulai dari niat baik, namun berakhir dengan korupsi dan birokrasi gemuk.
Dalam siaran pers harian Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025, Rabu (5/11/25), ia menyinggung secara khusus dua program nasional yang tengah menjadi sorotan publik: Makan Bergizi Gratis (MBG) dan subsidi pupuk.
“Program-program seperti MBG dan subsidi pupuk ini mencerminkan niat baik, tapi sering berujung pada masalah baru — korupsi, birokrasi gemuk, dan ketimpangan manfaat. Yang seperti ini bertentangan dengan semangat sinodalitas,” tegas Mgr. Kornelius.
Menurutnya, kondisi ini mencerminkan wajah ganda perekonomian Indonesia: di satu sisi pertumbuhan ekonomi tinggi, namun di sisi lain ketimpangan sosial semakin dalam. Ia menilai, keberhasilan ekonomi tidak bisa hanya diukur dari angka makro, melainkan dari sejauh mana kesejahteraan dirasakan oleh rakyat kecil.
“Gereja melihat luka bangsa ini di tengah pertumbuhan yang timpang. Sinodalitas menuntun Gereja untuk hadir dalam kenyataan sosial-ekonomi umat, bukan hanya berbicara di ruang rohani,” ujarnya.
Niat Baik yang Salah Arah
Mgr. Kornelius mengingatkan bahwa niat baik pemerintah dalam membangun kesejahteraan rakyat seringkali tidak dibarengi dengan semangat moral dan integritas birokrasi. Ketika kebijakan publik dijalankan tanpa pengawasan dan nurani, maka ia berpotensi menjadi instrumen baru penindasan.
Ia mengaitkan kondisi tersebut dengan hilangnya semangat solidaritas dalam sistem ekonomi modern yang terlalu kapitalistik.
“Kapitalisme membuat orang miskin semakin miskin. Bahkan kelas menengah pun semakin merosot dan lemah,” katanya.
Sebaliknya, Gereja justru sejak lama mengembangkan model ekonomi solidaritas melalui koperasi umat dan kredit union — sistem keuangan berbasis kepercayaan, gotong royong, dan saling menopang.
“Dalam kredit union, orang yang punya uang menyimpan sukarela agar bisa dipinjam oleh mereka yang tidak punya. Itulah ekonomi yang bersemangat sinodalitas,” ujarnya menegaskan.
Mgr. Kornelius menyerukan agar pemerintah, gereja, dan masyarakat sipil bersama-sama membangun ekonomi yang berorientasi pada manusia, bukan sekadar angka.
“Ekonomi yang sejati adalah ekonomi yang tidak membiarkan siapa pun terpinggirkan,” tutupnya. (Js)
Editor : Red

















