Header Ads Widget

Diduga Pungli, Oknum Honorer Desa Balai Jaya Minta Uang Ketik dan Registrasi Surat dari Warga

Foto : Ilustrasi membayar dan bukti kwitansi pembayaran yang ditandatangani oleh oknum pegawai honorer Kantor Kepenghuluan Balai Jaya, yang diperoleh media ini. (dok/ist)

Rohil, JejakSiber.com - Salah satu oknum pegawai honorer inisial "F" yang bekerja di Kantor Kepenghuluan Balai Jaya, Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau mewajibkan warga yang hendak mengurus Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tanah untuk membayar uang ketik surat sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

Tak hanya uang ketik, wanita oknum pegawai honorer yang mengaku sebagai Kepala Urusan (Kaur) Pelayanan Umum di Kantor Desa Balai Jaya itu juga meminta uang registrasi sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) kepada warga agar SKGR yang akan diterbitkan dapat didaftarkan dan proses pengurusan surat selanjutnya dapat diteruskan.

Langkah atau tindakan yang dilakukan oleh oknum pegawai honorer itu diduga terindikasi pungli (pungutan liar). Pasalnya, dalam bukti kwitansi yang diterima oleh warga tidak terdapat logo dan/atau stampel dari Kepenghuluan Balai Jaya, melainkan hanya dibubuhi tanda-tangan petugas yang menerima uang.

Informasi dugaan pungli tersebut berawal dari salah satu warga Desa Balai Jaya, Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rohil yang memberitahukan kepada redaksi media ini melalui panggilan telepon bahwa dirinya dimintai sejumlah uang ketika mengurus surat tanah.

"Mengurus surat tanah di Kantor Desa memang ada bayar biaya registrasi surat ya bang?, saya mau urus SKGR, tapi banyak kali biaya yang tidak jelas," ujar salah satu warga sembari bertanya kepada redaksi media ini, Jum'at (28/7/23).

Dalam sambungan telepon yang sama, oknum pegawai honorer tersebut menjelaskan kepada media ini bahwa pembebanan biaya registrasi dan uang ketik surat itu kepada warga memang resmi berlaku.

"Uang registrasi surat seratus satu nomor, uang ketik dua ratus ribu pak," kata oknum pegawai honorer itu melalui panggilan telepon milik warga yang saat itu kebetulan masih berada di Kantor Kepenghuluan Balai Jaya.

SKGR merupakan tanda kepemilikan atas tanah atau yang lebih dikenal sebagai surat tanah yang juga merupakan objek dalam perjanjian jual beli tanah antara si penjual dengan si pembeli yang didaftarkan di Kantor Kepenghuluan dan/atau Kantor Kecamatan setempat.

Konsep alas hak Surat Keterangan Ganti Rugi merupakan bukti awal dasar pelaksanaan konversi status hukum dan perlindungan hukum terhadap pemegang SKGR sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. SKGR dibuat oleh penggarap dan yang memberi kerugian (pembeli). Konsepnya dimulai dengan kesaksian Ketua RT/RW, kemudian diketahui oleh Kepala Desa, dan dikuatkan oleh Camat.

Mengacu pada kejadian di atas, pungutan liar atau pungli adalah praktik tidak etis dan ilegal, di mana seseorang meminta uang dari orang lain sebagai imbalan, atas layanan atau hak yang seharusnya diberikan secara gratis atau dengan biaya tetap.

Hukum melakukan pungli di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTKP).

Menurut Pasal 12 ayat 1 UU No.20 Tahun 2001 tentang PTKP, setiap pegawai negeri atau pihak swasta yang melakukan pungutan liar, dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.1 miliar.

Meski demikian, praktik-praktik dugaan pungli masih marak terjadi di Indonesia, mulai dari pelosok negeri, dari pelayanan publik tingkat Desa seperti yang terjadi di Kantor Kepenghuluan Balai Jaya, Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rohil ini.

Hingga berita ini diterbitkan, media ini masih sedang berupaya melakukan konfirmasi kepada Kepala Desa Balai Jaya, Camat Balai Jaya, hingga kepada Bupati Rokan Hilir terkait kejadian yang dialami warga Balai Jaya tersebut, apakah pemungutan uang dari warga yang dilakukan oleh oknum pegawai honorer itu memang sesuai dengan aturan yang ada atau tanpa sepengetahuan pimpinan pemerintahan setempat? (Red)

Editor : Js