Header Ads Widget

Dugem dan Dicabutnya Beasiswa: Cermin Buram Dunia Akademik

Foto : Tangkapan layar video seorang mahasiswi penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dari universitas negeri ternama di Solo yang terciduk berpesta di klub malam. (dok/ist/Ss)

Solo, JejakSiber.com — Viralnya video seorang mahasiswi penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dari universitas negeri ternama di Solo yang terciduk berpesta di klub malam menjadi sorotan tajam publik. Aksi yang terekam dalam video berdurasi singkat itu memperlihatkan sosok mahasiswi berinisial TSK, tampak bergoyang dengan pakaian minim di tengah hingar bingar musik malam — sebuah potret yang kontras dengan statusnya sebagai penerima beasiswa bagi keluarga tidak mampu.

Program KIP Kuliah sejatinya dirancang pemerintah untuk membuka jalan pendidikan bagi anak-anak bangsa dari keluarga kurang beruntung agar bisa melanjutkan studi tinggi tanpa terbebani ekonomi. Namun, perilaku TSK yang mencoreng makna moral beasiswa itu justru menimbulkan amarah publik. Banyak warganet menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap niat luhur program KIP yang dibiayai uang rakyat.

“Ini bukan sekadar soal dugem, tapi soal mentalitas penerima bantuan pendidikan. Kalau beasiswa yang diperjuangkan dengan pajak rakyat justru digunakan oleh penerimanya untuk hura-hura, itu sudah mencederai keadilan sosial,” ujar salah satu pemerhati pendidikan yang enggan disebut namanya kepada media ini, Jumat (31/10/25).

Menanggapi kasus ini, pihak kampus Universitas Negeri plat merah ternama di Solo tak tinggal diam. Berdasarkan Keputusan Rektor Nomor 1824/UN27/HK/2023, TSK memang tercatat sebagai mahasiswa aktif Program Studi S1 Bisnis Digital, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Pihak universitas membenarkan kejadian tersebut dan segera menjatuhkan sanksi tegas.

Mahasiswi itu menerima surat peringatan pertama, diwajibkan mengikuti program konseling selama enam bulan di Subdirektorat Layanan Konseling dan Disabilitas Mahasiswa, serta dicabut haknya sebagai penerima KIP-Kuliah. Lebih jauh, TSK juga dilarang menerima beasiswa lain selama masa studinya.

Langkah keras kampus tersebut dinilai tepat oleh sebagian kalangan akademisi. Mereka menilai tindakan itu sebagai bentuk komitmen menjaga moralitas dan integritas akademik mahasiswa. Namun, tak sedikit pula yang berpendapat bahwa kasus ini seharusnya menjadi refleksi lebih luas tentang pembinaan karakter mahasiswa — bukan sekadar pencabutan beasiswa semata.

Kasus TSK ini menegaskan bahwa pendidikan tinggi bukan hanya soal kecerdasan intelektual, tetapi juga soal tanggung jawab moral dan sosial. Dan ketika beasiswa disalahgunakan, bukan hanya penerimanya yang tercoreng, melainkan juga sistem yang melahirkannya. (Jygs/Js)

Editor : Red