![]() |
| Foto : Penampakan tumpukan gelondongan kayu pasca-banjir bandang dan sosok Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto (insert). (dok/ist) |
Batam, JejakSiber.com - Video yang menunjukkan kayu gelondongan besar terseret arus deras banjir di sejumlah wilayah di Sumatera kini viral — dan memantik banyak tanya. Menurut Kementerian Kehutanan (Kemenhut), melalui pernyataan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto, kayu gelondongan yang terbawa itu berasal dari berbagai sumber: mulai dari pohon lapuk atau tumbang, material sungai, hingga area bekas penebangan legal maupun dugaan penebangan liar.
Namun, penyampaian resmi ini tidak meredam kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk Greenpeace Indonesia. Juru kampanyenya, Arie Rompas, menilai fenomena keberadaan kayu gelondongan dalam banjir bandang serta longsor bukan sekadar kebetulan — melainkan bukti bahwa krisis iklim dan kerusakan lingkungan telah menyatu dengan kerentanan alam akibat deforestasi.
Menurut Arie, hujan ekstrem yang dipicu oleh peristiwa seperti Siklon Tropik Senyar, ketika bertemu dengan hulu sungai yang hutan-nya sudah rusak atau hilang, memunculkan bencana alam berlapis: longsor, banjir bandang, dan arus deras yang membawa serta kayu, tanah, dan material lain ke hilir — menghancurkan permukiman serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian besar.
“Setiap batang pohon bisa diidentifikasi — kalau terbawa arus dalam kondisi akar maka akibat longsor alami; tapi kalau potongannya rapi seperti dipotong mesin, maka bisa jadi hasil penebangan manusia. Pemerintah harus melakukan investigasi menyeluruh,” kata Arie Rompas, Minggu (30/11/25) dikutip dari Kompas TV.
Situasi ini menunjukkan bahwa bencana tidak hanya soal cuaca ekstrem — tetapi juga soal bagaimana perilaku manusia terhadap lingkungan memperburuk dampaknya. Hutan yang seharusnya menjadi pelindung alami kini telah melemah, dan sebagian besar masyarakat di hilir membayar mahal akibat keputusan mendahulukan keuntungan atas alam.
Pemerintah, termasuk Kemenhut dan aparat penegak hukum, seharusnya tidak cukup hanya menjelaskan asal-usul kayu — tetapi wajib menyelidiki potensi pelanggaran hukum, terutama penebangan liar. Karena kalau tidak, tragedi seperti ini bisa terus terulang: bencana di hulu, kehancuran di hilir — dan ekosistem serta masyarakat yang tetap rawan. (Js)
Editor : Red

















