Header Ads Widget

Ultimatum DPRD Sumut: Jika Negara Abai, Nias Lebih Baik Merdeka

Foto : Ultimatum DPRD Sumut: Jika Negara Abai, Nias Lebih Baik Merdeka. (dok/ist)

Medan, JejakSiber.com — Pernyataan keras dan kontroversial dilontarkan Anggota DPRD Sumatera Utara dari Partai NasDem, Pdt. Berkat Kurniawan Laoly, di hadapan ratusan massa aksi Horas Bangso Batak (HBB), Jumat (12/12/25). Ia menegaskan bahwa jika bencana besar yang melanda Sumatera Utara tidak ditetapkan sebagai Bencana Nasional, maka Nias lebih baik merdeka dari Indonesia.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB di Kota Medan, di tengah hujan deras, dengan massa sekitar 500 orang. Aksi dipimpin Koordinator Aksi Lamsiang Sitompul, S.H., M.H. selaku Ketua Umum (Ketum) Horas Bangso Batak (HBB), didampingi sejumlah tokoh lintas organisasi dan agama.

Ultimatum politik itu muncul sebagai bentuk kekecewaan mendalam terhadap pemerintah pusat yang dinilai lamban, menyepelekan skala bencana, dan gagal membaca fakta lapangan. Padahal, menurut rilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerugian akibat bencana di Sumatera mencapai Rp51 triliun, dengan estimasi Sumatera Utara menanggung kerugian sekitar Rp17 triliun.

“Jika hanya mengandalkan APBD, ini mustahil. Dana penanggulangan bencana Sumut hanya sekitar Rp100 miliar. Kabupaten terdampak seperti Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Sibolga bahkan hanya sekitar Rp10 miliar masing-masing. Ini penghinaan terhadap penderitaan rakyat,” tegas Lamsiang Sitompul dalam orasinya.

Ia menilai, narasi pejabat negara yang menyebut bencana hanya ‘mencekam di media sosial’ adalah bentuk kebohongan publik. Fakta di lapangan justru menunjukkan ribuan rumah hanyut dan hancur, sawah dan ladang rusak total, infrastruktur jalan serta jembatan ambruk, bahkan ribuan korban jiwa dilaporkan meninggal, hilang, atau tertimbun dan belum ditemukan hingga kini.

Tak hanya Presiden yang didesak, massa aksi juga menuntut pencopotan sejumlah pejabat strategis, mulai dari Kepala BNPB hingga para menteri yang dinilai gagal, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri ESDM, hingga pejabat militer yang menyebut tidak ada penggundulan hutan.

“Jika hutan tidak digunduli, lalu apa penyebab bencana sebesar ini?” tanya Lamsiang, disambut sorakan massa.

Dalam kesempatan itu, Pdt. Berkat Kurniawan Laoly didampingi Fajri Akbar dari Partai Demokrat menyatakan dukungan penuh terhadap tuntutan massa. Ia menegaskan bahwa penetapan Bencana Nasional adalah kewajiban negara, bukan belas kasihan politik.

Aksi ditutup dengan penandatanganan kesepakatan tuntutan yang memuat tiga poin utama: penetapan Bencana Nasional, pembentukan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) dengan anggaran Rp100 triliun, serta penindakan tegas terhadap perusahaan perusak lingkungan. Massa kemudian membubarkan diri secara tertib di bawah pengawalan aparat kepolisian. (Red/*)

Editor : Js